Menelusuri Kota Lama Semarang (Little Netherlands)

Stasiun Tawang Semarang

Setelah sebelumnya saya hanya melintas kawasan kota lama Semarang karena ada ajakan mendadak ke Pati akhirnya saya bisa jalan-jalan juga ke Semarang minggu lalu. Perjalanan saya kali ini memang diniatkan meskipun tanpa rencana dari kapan berangkatnya sebab baru H-1 saya memutuskan untuk pergi ke sana.

Well setidaknya saat saya kesana kemarin kondisi kota lama Semarang cukup memuaskan mata saya. Saya berangkat pukul 05.15 dari Stasiun Purwosari Solo. Kereta yang saya tumpangi adalah kereta Kalijaga dengan harga tiket Rp 10 ribu rupiah saja. Termasuk murah menurut saya mengingat jarak yang ditempuhnya dan ini pertama kali saya naik kereta ekonomi pasca perbaikan besar-besaran di fasilitas kereta api ekonomi beberapa tahun lalu.
Di Dalam Stasiun Tawang Semarang
Perjalanannya Solo-Semarang sendiri menempuh waktu 3 jam melewati jalur rel Sragen-Boyolali-Purwodadi dengan tujuan akhir Stasiun Poncol Semarang. Di dalam kereta saya sempat mendapat pemandangan menarik selain sawah sepanjang perjalanan yaitu rumah kuno Belanda di pinggir rel kereta api daerah Juwangi, Boyolali. Setelah googling saya baru mengetahui nama rumah tersebut adalah Loji Papak yang berarti Rumah Rata sebab tidak ada atapnya.

Di stasiun Tawang saya cukup terkesan dengan bangunannya, stasiun ini terlihat bersih serta lengang dan yang jelas masih menyisakan kemegahan arsitektur Belanda. Tembok bata dan pintu berukuran besar menjadi cirinya belum lagi atapnya yang tinggi dan bagian depan stasiun yang nampak baru saja dicat sehingga tampak gagah dan seolah membawa perasaan saya kembali ke masa kolonial.
Danau Depan Stasiun Tawang
Keluar dari peron stasiun sebetulnya saya ingin mencari pabrik rokok Prau Layar yang katanya berdiri sejak awal abad 20 an, namun sayang saya tidak berhasil menjumpainya. Saya kemudian keluar dari stasiun dan menjumpai danau di depan stasiun Tawang yang menurut sejarah dibikin oleh pemerintah kolonial untuk mengatur laju air di kawasan kota lama Semarang.

Jalanan masih terlihat lengang di kawasan kota lama Semarang pagi hari, belum terlihat truk-truk yang melintas menuju jalur Pantai Utara Jawa. Jadi saya bisa menikmati jalan-jalan pagi menuju kota lama tanpa banyak polusi dan bising kendaraan. Tampaknya benar sedang ada pembenahan di kawasan kota lama ini karena saya melihat banyak alat berat yang bertumpuk di jalanan sisi selatan. Saya kemudian mengambil jalan pertama menuju kawasan kota lam dan disini perasaan nostalgia kembali ke abad 20 bertambah kuat melihat banyaknya rumah-rumah tua peninggalan Belanda.
Rumah Tua Kawasan Kota Lama Semarang
Setelah berjalan tak berapa lama sampailah saya di jalan utama kawasan kota lama Semarang tepatnya di depan kantor polisi lalu lintas yang juga sedang diperbaiki. Dari situ saya mengambil jalan ke kanan mengikuti arus lalu lintas yang membawa saya ke arah Gereja Blenduk yang tersohor itu. Gereja ini disebut Gereja Blenduk karena atapnya yang menyerupai kubah dan membulat berlawanan dengan arsitektur bangunan di sekitarnya.

Di jalan utama saya melihat ini ada beberapa gedung tua yang terawat dan berubah fungsi seperti gedung Spiegel yang sekarang berfungsi menjadi tempat minum kopi bernama Spiegel Cafe, lalu ada gedung Jiwasraya yang masih berfungsi sebagai kantor, juga ada gedung Marba namun sayangnya belum terawat dengan baik. Belum lagi bangunan-bangunan tua lain yang sebagian besar nampaknya masih dihuni meskipun ada juga yang tidak dirawat dengan baik.
Gereja Blenduk Semarang
Di sebelah Gereja Blenduk ada taman Srigunting yang sudah dipercantik oleh pemerintah kota dengan hadirnya kursi-kursi taman dan petunjuk tentang kota lama Semarang. Saat saya gugling tadinya taman ini bernama taman Wilhemina diambil dari nama ratu Belanda yang memimpin saat menjajah Hindia Belanda.

Lanjut di jalan bagian belakang Gereja Blenduk terdapat juga bangunan bernama Peek House yang sekarang beralih fungsi menjadi ruang pameran seni kontemporer Semarang, sayangnya waktu itu tempatnya masih tutup karena saya datang terlalu pagi. Gedung ini juga terawat dan banyak aktivitas bongkar muat barang di depannya.
Peek House Semarang
Melintas jalan belakang kota lama Semarang saya juga menemui banyak sekali bangunan tua yang sebagian besar belum terawat. Namun begitu yang paling saya kutuk adalah pelaku coretan di bangunan-bangunan tua yang ada di kawasan tersebut. Di sisi lain saya berpikir mungkin itu bentuk kritik untuk pemerintah dari masyarakat supaya keberadaan kawasan ini dapat dihidupkan kembali.

Tak terasa sudah hampir satu jam berjalan mengelilingi kawasan kota lama, perut saya pun keroncongan dan ingin mencari tempat makan yang tepat. Pilihan saya jatuhkan di rumah makan Padang di belakang museum 3D Art karena yang buka baru dan saya lihat hanya restoran itu saja. Sembari makan saya juga bertanya pada pemilik rumah makan dimana letak gedung semut yang terkenal dan kata beliaunya ada di bagian ujung kota lama sehingga dari tempat saya sekarang harus berjalan melawan arah kembali ke jalan utama.
Bekas Gedung Pengadilan Negeri Semarang
Baiklah setelah puas mengisi perut saya kembali berjalan menuju gedung semut dengan melawan arus melewati Gereja Blenduk lagi. Oh iya di kiri jalan atau seberang Gereja Blenduk terdapat bangunan tua juga bekas gedung pengadilan Negeri Semarang yang sekarang berubah fungsi menjadi restoran Ikan Bakar Cianjur. Sebelumnya juga terdapat kantor telkom Semarang yang punya ciri khas unik dibanding gedung yang lain yaitu warna catnya yang mencolok dan ada cerobong kecil di atapnya.

Lumayan juga berjalan dari ujung ke ujung mencari Gedung Semut ini dan ternyata sayapun kebablasan sebab tempatnya tidak berada di pinggir jalan. Namun begitu tidak rugi juga karena saya justru menemukan bangunan tua lainnya yaitu kawasan gereja Kanisius dimana terdapat 2 gereja tua yang masih berdiri gagah. Ini masih ditambah dengan komplek sekolah pastur dan biarawati yang sepertinya masih difungsikan hingga sekarang sebab banyak orang di dalamnya.
Kantor Telkom Semarang
Puas mengambil beberapa foto saya kemudian melanjutkan lagi mencari gedung semut berada. Tidak mau tersesat untuk yang kedua kalinya saya lalu bertanya ke pos polisi di dekat lampu merah, dari jawaban polisi saya mengikuti petunjuknya untuk belok kanan di perempatan pertama arah kota lama nanti akan terlihat gedungnya di sebelah kanan jalan.

Akhirnya gedung semutnya terlihat dan saya langsung mengambil beberapa fotonya. Sebagai informasi gedung semut awalnya adalah gedung yang digunakan untuk pentas teater, drama dan musik kaum Eropa. Gedung ini dinamakan gedung semut sebab ada dua patung semut yang nangkring di atapnya.
Gedung Semut Semarang
Nama lain gedung ini adalah Gedung Marabunta yang sekarang berubah fungsi menjadi kafe. Lagi-lagi saya tidak bisa masuk ke dalamnya sebab kafenya juga masih tutup jadi saya tidak bisa memfoto dari dalam ruangannya yang menurut informasi masih megah seperti aslinya di waktu kejayaannya dulu.

Pemberhentian terakhir saya di kota lama adalah ngopi di kafe bernama Tekodeko. Kafe ini terletak tepat di seberang kantor Polsek Semarang Utara. Bangunannya merupakan salah satu bangunan konservasi yang menurut saya masih terjaga keasliannya. Tempat dan harganya pun menurut saya pas di kantong dengan pilihan menu minuman yang beragam. Asiknya ruangan untuk perokok berada di teras lantai 2 dengan kursi yang nyaman sambil menikmati jalanan kota lama Semarang.
Tekodeko Semarang
Puas beristirahat saya kemudian memutuskan melanjutkan jalan-jalan ke gedung tua lainnya yaitu Lawang Sewu Semarang. Namun sepertinya akan saya tulis di postingan tersendiri sebab agak panjang juga tulisannya hehehe...

Baiklah sebagai penutup saya memang ingin melihat kawasan kota lama Semarang yang dulu mendapat sebutan Little Netherland ini. Dari beberapa blog yang saya baca kawasan ini seolah baru hidup kembali setelah sekian lama dipandang sebelah mata baik oleh pemerintah provinsi maupun kotanya. Dari cerita teman-teman saya daerah kota lama Semarang dikatakan sebagai kawasan kumuh dan tidak terawat berbeda dengan kondisi kawasan kota tua Jakarta.
Kota Lama Semarang
Belum puas sepertinya menjelajah kota lama Semarang kali ini sebab saya belum sempat mengunjungi kantor pos Semarang, gedung Bank Mandiri dan jembatan Berok yang namanya juga terkenal. Next time saya bakal menjelajah kesini lagi, amiinn..

Share:

6 comments

  1. Ditunggu catatannya tentang kunjungan ke Lawang Sewu. Sempat merinding nggak di sana?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sedang ditulis mbak, ditunggu ya tulisannya, ga merinding karena sedang ada pameran KAI jadi ramai disana hehehe... Terimakasih sudah main ke blog saya :)

      Delete
  2. Jelajahnya ke kota lama lumayan banyak ya. saya pernah kemari sore-sore, sepi hanya ada sedikit orang. jadinya cuma sedikit kelilingnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya karena sudah diniatkan hunting gedung tua hehehe... Lain kali harus mampir yang lama kak karena banyak tempat menariknya di bagian belakang, terimakasih sudah mampir kesini :)

      Delete
  3. wisata kaya gini selalu keren, apalagi masnya gaya foto nya asik nih, jadi kerasa banget kesan kota lama nya.. nice post mas, semoga aku bisa maen ke semarang.. *pengen piknik* :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih mbak telah berkunjung, iya harus main ke Semarang banyak wisata bangunan kolonialnya yang menarik :)

      Delete